Kamis, 05 Februari 2009

KENAPA HARUS BERIKLAN ?

Oleh Haryanto
Dunia periklanan sekarang ini memang sangat menarik untuk dikaji. Kenyataannya sekarang, tidak ada produk, baik barang dan jasa yang tidak menggunakan jasa periklanan untuk memasarkan suatu produk. Paling tidak mulai dari produk yang paling mewah sampai sedot WC kita temukan dimana-mana. Hampir setiap tempat dan waktu dalam aktivitas keseharian kita tidak dapat dipisahkan dengan dunia periklanan. Kita keluar saja dari rumah, kemudian melihat sekitar rumah, kita akan menemukan tertempel di tiang listrik yang bertuliskan sedot WC, kemudian kita buka siaran radio atau televisi, kita baca koran pagi, atau kita sempat jalan menggunakan kendaaan. Pasti kita akan menjumpai iklan dengan berbagai ukuran mulai dari yang kecil sampai ukuran jumbo. Dalam sejarah masa lampau, periklanan masih sangat terbatas. Kegiatan perdagangan atau jual beli barang, misalnya di sebuah toko masih sangat sederhana. Terbatas pada papan-papan nama sederhana yang berisi nama toko, alamat toko atau pemiliki toko yang dihiasi dengan ala kadarnya. Dengan kecanggihan teknologi pada zaman modern sekarang ini, didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni. periklanan seakan menjadi kebutuhan pasar modern dalam menawarkan setiap produk yang dimiliki. Bahkan periklanan sekarang menjadi sumber pendapatan dengan adanya biro-biro iklan yang menyerap banyak tenaga pekerja di dalamnya. Disadari atau tidak dalam keseharian kita pasti menjadi salah satu pemakai sampai pelaku dari periklanan ini. Atau bahkan menjadi “korban” dari sebuah periklanan. Sederhana saja, ketika kita secara tidak sengaja mengajak seseorang untuk membeli suatu produk, proses ini merupakan sebuah perilaku dalam periklanan. Kita tertarik akan kualitas, penampilan atau gaya sebuah iklan, lalu membeli sebuah produk yang diiklankan. Tindakan ini kemudian yang tidak bisa lepaskan dari dunia periklanan. Lalu, pertanyaannya adalah kenapa kita harus beriklan ? Menurut Frank Jefkins (1997), dapat dikemukakan bahwa mengacu pada prinsip ekonomis sebuah periklanan. Periklanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan baik menghasilkan produk barang dan jasa dari segi biaya memiliki tiga alasan, yaitu :Pertama, pada dasarnya, biaya iklan nantinya akan dibayar oleh para konsumen melalui haga produk yang mereka tanggung, sama halnya dengan biaya-biaya dalam pengadaan produksi mulai dari biaya-biaya riset dan penelitian, pembelian bahan-bahan baku, serta proses pengolahan dan distribusi, di luar sejumlah keuntungan yang akan dipungut oleh sebuah perusahaan.Kedua, biaya-biaya periklanan , semahal apapun akan dapat dibenarkan atas dasar dua hal. Pertama, sebesar apapun biaya iklan tidak menjadi masalah selama hal itu memungkinkan para konsumen dapat memuaskan keinginan serta kebutuhannya dengan produk yang diiklankannya. Kedua, sebesar apapun biaya periklanan dapat diterima, selama hal itu memungkinkan pihak produsen atau pemasok memetik keuntungan. Ketiga, secara umum, harga-harga produk akan lebih murah dengan adanya iklan. Sebaliknya, tanpa iklan, harga produk justru akan lebih mahal. Hal ini dikarenakan, iklan akan meningkatkan permintaan atas produk barang atau jasa bersangkutan. Seandainya, periklanan suatu produk dihentikan, permintaan atas produk akan turun, dan biaya produksi akan meningkat sehingga akhirnya harga produk tersebut akan lebih mahal. Karena perusahaan atau produsen akan mengejar keuntungan yang sama dari produk yang jumlahnya sedikit. Dari keterangan di atas, dapat kita lihat seberapa penting suatu periklanan dalam pemasaran suatu produk baik barang dan jasa. Segala aktivitas produksi dan pemasaran semua ditanggung oleh konsumen pada dasarnya. Prinsip iklan seperti ini secara otomatis akan memerlukan tenaga pekerja, sumber daya alam, sumber daya manusia yang besar dan teknologi yang canggih pula. Di samping itu, periklanan juga tidak dilepaskan dari konsekuesi yan ditimbulkannya. Yang pasti akan berdampak positif dan dampak yang negatif. Di atas telah disebutkan dampak positif dari sebuah periklanan terhadap produsen dan konsumen dari pelaku periklanan. Sebaliknya periklanan juga akan memberikan dampak negatif, diantaranyasebagai berikut:Pertama, seiring dengan diperlukannya bahan baku untuk membuat suatu produk yang semakin meningkat karena permintaan yang banyak. Untuk itu, suatu perusahaan akan memproduksi barang dengan jumlah yang banyak. Dengan demikian, akan terjadi eksploitasi bahan baku dari sumber daya alam baik yang terbaharukan atau yang tidak terbaharukan oleh proses periklanan ini. Sehingga akan menyebabkan krisis sumber daya alam karena kebutuhan semakin meningkat.Kedua, masyarakat akan menjadi konsumtif. Dengan meningkatnya intensitas periklanan di berbagai media massa. Akan berpengaruh terhadap tingkat keinginan masyarakat untuk membeli produk barang dan jasa tertentu. Secara langsung juga akan menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif.Ketiga, degradasi moral. Iklan dengan nilai glamoritas di dalamnya tidak dapat dipisahkan dari wanita. Tidak jarang iklan seing menampilkan wanita sebagai ikon dari sebuah periklanan produk baik barang atau jasa. Apalagi iklan tersebut menampilkan materi yang “seronok”, dan mengandung nilai-nilai pornografi. Hal ini sangat memprihatinkan khususnya pembangunan moral.Dari pemamparan di atas, kita dapat membuat suatu pointer bahwa periklanan di samping asas manfaatnya dan negatifnya. Periklanan haruslah memperhatikan asas keberimbangan antara keduanya agar menjadi manfaat untuk semua.

KALATIDA, KALABENDU DAN KALASUBA

Oleh Haryanto
Beberapa waktu yang lalu, diberitakan di dalam salah satu media cetak nasional seorang budayawan yang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, yaitu WS Rendra. Baru saja mendapatkan gelar Dokter “ Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tanggal 4 Maret 2008. Selain tokoh budayawan yang langka di Indonesia yang dapat mengubah budaya bangsa yang sudah sangat sarat dengan kapitalisme. Diharapkan lahir budayawan-budayawan yang baru di Indonesia. Ada pernyataan yang sangat menarik ketika tokoh budayawan senior ini, menyampaikan pidato saat penganugerahan tersebut. Dia mengutip pernyataan Ronggowarsito pada pertengahan abad ke-19. Ronggowarsito menggambarkan bahwa dalam zaman pancaroba sebagai zaman kalatida dan kalabendu. Zaman kalatida adalah zaman edan karena akal sehat diremehkan. Sedangkan zaman kalabendu adalah zaman dimana hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Ungkapan ini sangat menarik untuk dikaji. Sesuai dengan kondisi bangsa saat ini, dengan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Dimana zaman yang katanya mengagung- agungkan akal. Melihat kenyataan yang ada, bertolak belakang dengan kondisi yang ada. Masih banyak prilaku manusia yang bertentang dengan akal. Maunya menang sendiri, memperkaya diri sendiri atau kelompok, ketawa dibalik tangisan. Sehingga di sana-sini masih kita lihat rakyat kelaparan, kemiskinan merajalela, kualitas pendidikan yang masih rendah. Kenapa hal ini masih terjadi, yang tidak dapat kita fikirkan dengan akal sehingga kita meremehkan akal nurani kita. Semua ini tidak akan terjadi ketika akal manusia berfikir untuk semata-mata mementingkan kepentingan rakyat dan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia. Zaman pancaroba yang digambarkan dengan zaman kalabendu, sebagai suatu gambaran hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Bercermin dengan kondisi bangsa saat ini, tata nilai dan tata kebenaran sekarang dapat dibeli dengan sebuah "materi". Materi seolah-olah menjadi raja yang sudah membudaya. Persoalan korupsi, kolusi, nepotisme, prostitusi, diskriminasi, dan hedonisasi masih kian marak menggandrungi bangsa ini. Sudah menjadi sebuah indikator yang menandakan bahwa memang bangsa ini perlu “ diselamatkan ” . Indikasi ini juga menandakan bahwa tata nilai dan tata kebenaran tidak lagi di junjung tinggi oleh generasinya, yang harusnya menjadi raja dari segala raja. Dua gambaran di atas memang membutuhkan sedikit kesimpulan yang tidak hakiki. Apakah bangsa ini telah kembali pada pertengahan abad ke-19 atau zaman pancaroba seperti yang igambarkan oleh Ronggowarsito di atas?.Dalam pidatonya WS Rendra juga menyebutkan dari pernyataan Ronggowarsito. Lebih jauh lagi, setelah zaman kalatida dan kalabendu. Akan lahir sebuah zaman yang tidak kalah dahsyatnya yaitu digambarkan sebagai zaman kalsuba. Zaman kalasuba adalah sebuah zaman stabilitas dan kemakmuran yang akan ditegakkan oleh Ratu Adil, yang banyak dinantikan. Menurut Rendra, Ratu Adil itu hanyalah omong kosong. Ini adalah mitos belaka yang tidak akan terjadi. Bisa jadi hanya sebuah pernyataan untuk meninabobokan bangsa agar tertidur dengan kondisi bangsa saat ini.Kita harus terbangun dan lari jauh-jauh dari mitos-mitos yang dilontarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Biarlah mitos-mitos yang ada menjadi pelajaran agar kita tidak terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Jadikan sebagai suatu motivasi untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Dari sedemikian banyak ungkapan, yang dapat kita ambil pelajaran adalah bagaimana sekarang ini kita merubah apa yang digambarkan oleh Ronggowarsito menjadi suatu hal yang tidak benar. Selain memulai dari kita sendiri secara, pribadi. Lebih luas lagi di keluarga dan masyarakat. Kita tidak dapat berusaha tanpa bantuan dari orang lain. Selain itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk berbenah diri dan merubah segala tatanan bangsa ini. Mulai dari tata pembangunan, tata hokum, dan tata kenegaraan agar tercipta daya hidup dan daya cipta bangsa ini menjadi lebih baik di kemudain hari. Ingat firman Allah SWT dalam qur’an surah Ar-Ra’du ayat 11 dan semboyan bangsa Indonesia ini. Demi perubahan banga Indonesia menjadi lebih baik. “ Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa, apabila bangsa tersebut tidak merubah nasibnya sendiri ” . Untuk itu, kita harus amalkan melalu “ Bhineka tunggal ika ” meskipun kita berbeda-beda tetapi kita harus bersatu" untuk menuju yang lebih baik . Begitulah lebih kurang maksudnya. Wallahualamubisshowab.