Kamis, 05 Februari 2009

KALATIDA, KALABENDU DAN KALASUBA

Oleh Haryanto
Beberapa waktu yang lalu, diberitakan di dalam salah satu media cetak nasional seorang budayawan yang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, yaitu WS Rendra. Baru saja mendapatkan gelar Dokter “ Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tanggal 4 Maret 2008. Selain tokoh budayawan yang langka di Indonesia yang dapat mengubah budaya bangsa yang sudah sangat sarat dengan kapitalisme. Diharapkan lahir budayawan-budayawan yang baru di Indonesia. Ada pernyataan yang sangat menarik ketika tokoh budayawan senior ini, menyampaikan pidato saat penganugerahan tersebut. Dia mengutip pernyataan Ronggowarsito pada pertengahan abad ke-19. Ronggowarsito menggambarkan bahwa dalam zaman pancaroba sebagai zaman kalatida dan kalabendu. Zaman kalatida adalah zaman edan karena akal sehat diremehkan. Sedangkan zaman kalabendu adalah zaman dimana hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Ungkapan ini sangat menarik untuk dikaji. Sesuai dengan kondisi bangsa saat ini, dengan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Dimana zaman yang katanya mengagung- agungkan akal. Melihat kenyataan yang ada, bertolak belakang dengan kondisi yang ada. Masih banyak prilaku manusia yang bertentang dengan akal. Maunya menang sendiri, memperkaya diri sendiri atau kelompok, ketawa dibalik tangisan. Sehingga di sana-sini masih kita lihat rakyat kelaparan, kemiskinan merajalela, kualitas pendidikan yang masih rendah. Kenapa hal ini masih terjadi, yang tidak dapat kita fikirkan dengan akal sehingga kita meremehkan akal nurani kita. Semua ini tidak akan terjadi ketika akal manusia berfikir untuk semata-mata mementingkan kepentingan rakyat dan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia. Zaman pancaroba yang digambarkan dengan zaman kalabendu, sebagai suatu gambaran hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Bercermin dengan kondisi bangsa saat ini, tata nilai dan tata kebenaran sekarang dapat dibeli dengan sebuah "materi". Materi seolah-olah menjadi raja yang sudah membudaya. Persoalan korupsi, kolusi, nepotisme, prostitusi, diskriminasi, dan hedonisasi masih kian marak menggandrungi bangsa ini. Sudah menjadi sebuah indikator yang menandakan bahwa memang bangsa ini perlu “ diselamatkan ” . Indikasi ini juga menandakan bahwa tata nilai dan tata kebenaran tidak lagi di junjung tinggi oleh generasinya, yang harusnya menjadi raja dari segala raja. Dua gambaran di atas memang membutuhkan sedikit kesimpulan yang tidak hakiki. Apakah bangsa ini telah kembali pada pertengahan abad ke-19 atau zaman pancaroba seperti yang igambarkan oleh Ronggowarsito di atas?.Dalam pidatonya WS Rendra juga menyebutkan dari pernyataan Ronggowarsito. Lebih jauh lagi, setelah zaman kalatida dan kalabendu. Akan lahir sebuah zaman yang tidak kalah dahsyatnya yaitu digambarkan sebagai zaman kalsuba. Zaman kalasuba adalah sebuah zaman stabilitas dan kemakmuran yang akan ditegakkan oleh Ratu Adil, yang banyak dinantikan. Menurut Rendra, Ratu Adil itu hanyalah omong kosong. Ini adalah mitos belaka yang tidak akan terjadi. Bisa jadi hanya sebuah pernyataan untuk meninabobokan bangsa agar tertidur dengan kondisi bangsa saat ini.Kita harus terbangun dan lari jauh-jauh dari mitos-mitos yang dilontarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Biarlah mitos-mitos yang ada menjadi pelajaran agar kita tidak terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Jadikan sebagai suatu motivasi untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Dari sedemikian banyak ungkapan, yang dapat kita ambil pelajaran adalah bagaimana sekarang ini kita merubah apa yang digambarkan oleh Ronggowarsito menjadi suatu hal yang tidak benar. Selain memulai dari kita sendiri secara, pribadi. Lebih luas lagi di keluarga dan masyarakat. Kita tidak dapat berusaha tanpa bantuan dari orang lain. Selain itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk berbenah diri dan merubah segala tatanan bangsa ini. Mulai dari tata pembangunan, tata hokum, dan tata kenegaraan agar tercipta daya hidup dan daya cipta bangsa ini menjadi lebih baik di kemudain hari. Ingat firman Allah SWT dalam qur’an surah Ar-Ra’du ayat 11 dan semboyan bangsa Indonesia ini. Demi perubahan banga Indonesia menjadi lebih baik. “ Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa, apabila bangsa tersebut tidak merubah nasibnya sendiri ” . Untuk itu, kita harus amalkan melalu “ Bhineka tunggal ika ” meskipun kita berbeda-beda tetapi kita harus bersatu" untuk menuju yang lebih baik . Begitulah lebih kurang maksudnya. Wallahualamubisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar