Senin, 23 Maret 2009

Derap-derap Cinta

dalam Hadi S. Khuli

Rabbi…
Jika cintaku Kau Ciptakan untuk dia
Tabahkan hatinya
Teguhkan imannya
Lembutkan rindunya

Rabbii…
Jka hatiku Kau ciptakan untuk dia
Penuhi hatinya dengan kasih-Mu
Terangi langkahnya dengan nur-Mu
Bisikkan kedamian dalam kegalauan
Temani dia dalam kesepian

Rabbii…
Kutitipkan cintaku pada-Mu untuknya
Resapkan rinduku pada rindunya
Mekarkan cintaku bersama cintanya
Satukan hidupku dan hidupnya
Dalam cinata-Mu
Sebab, sungguh aku mencintainya karena-Mu.

Kamis, 05 Februari 2009

KENAPA HARUS BERIKLAN ?

Oleh Haryanto
Dunia periklanan sekarang ini memang sangat menarik untuk dikaji. Kenyataannya sekarang, tidak ada produk, baik barang dan jasa yang tidak menggunakan jasa periklanan untuk memasarkan suatu produk. Paling tidak mulai dari produk yang paling mewah sampai sedot WC kita temukan dimana-mana. Hampir setiap tempat dan waktu dalam aktivitas keseharian kita tidak dapat dipisahkan dengan dunia periklanan. Kita keluar saja dari rumah, kemudian melihat sekitar rumah, kita akan menemukan tertempel di tiang listrik yang bertuliskan sedot WC, kemudian kita buka siaran radio atau televisi, kita baca koran pagi, atau kita sempat jalan menggunakan kendaaan. Pasti kita akan menjumpai iklan dengan berbagai ukuran mulai dari yang kecil sampai ukuran jumbo. Dalam sejarah masa lampau, periklanan masih sangat terbatas. Kegiatan perdagangan atau jual beli barang, misalnya di sebuah toko masih sangat sederhana. Terbatas pada papan-papan nama sederhana yang berisi nama toko, alamat toko atau pemiliki toko yang dihiasi dengan ala kadarnya. Dengan kecanggihan teknologi pada zaman modern sekarang ini, didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni. periklanan seakan menjadi kebutuhan pasar modern dalam menawarkan setiap produk yang dimiliki. Bahkan periklanan sekarang menjadi sumber pendapatan dengan adanya biro-biro iklan yang menyerap banyak tenaga pekerja di dalamnya. Disadari atau tidak dalam keseharian kita pasti menjadi salah satu pemakai sampai pelaku dari periklanan ini. Atau bahkan menjadi “korban” dari sebuah periklanan. Sederhana saja, ketika kita secara tidak sengaja mengajak seseorang untuk membeli suatu produk, proses ini merupakan sebuah perilaku dalam periklanan. Kita tertarik akan kualitas, penampilan atau gaya sebuah iklan, lalu membeli sebuah produk yang diiklankan. Tindakan ini kemudian yang tidak bisa lepaskan dari dunia periklanan. Lalu, pertanyaannya adalah kenapa kita harus beriklan ? Menurut Frank Jefkins (1997), dapat dikemukakan bahwa mengacu pada prinsip ekonomis sebuah periklanan. Periklanan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan baik menghasilkan produk barang dan jasa dari segi biaya memiliki tiga alasan, yaitu :Pertama, pada dasarnya, biaya iklan nantinya akan dibayar oleh para konsumen melalui haga produk yang mereka tanggung, sama halnya dengan biaya-biaya dalam pengadaan produksi mulai dari biaya-biaya riset dan penelitian, pembelian bahan-bahan baku, serta proses pengolahan dan distribusi, di luar sejumlah keuntungan yang akan dipungut oleh sebuah perusahaan.Kedua, biaya-biaya periklanan , semahal apapun akan dapat dibenarkan atas dasar dua hal. Pertama, sebesar apapun biaya iklan tidak menjadi masalah selama hal itu memungkinkan para konsumen dapat memuaskan keinginan serta kebutuhannya dengan produk yang diiklankannya. Kedua, sebesar apapun biaya periklanan dapat diterima, selama hal itu memungkinkan pihak produsen atau pemasok memetik keuntungan. Ketiga, secara umum, harga-harga produk akan lebih murah dengan adanya iklan. Sebaliknya, tanpa iklan, harga produk justru akan lebih mahal. Hal ini dikarenakan, iklan akan meningkatkan permintaan atas produk barang atau jasa bersangkutan. Seandainya, periklanan suatu produk dihentikan, permintaan atas produk akan turun, dan biaya produksi akan meningkat sehingga akhirnya harga produk tersebut akan lebih mahal. Karena perusahaan atau produsen akan mengejar keuntungan yang sama dari produk yang jumlahnya sedikit. Dari keterangan di atas, dapat kita lihat seberapa penting suatu periklanan dalam pemasaran suatu produk baik barang dan jasa. Segala aktivitas produksi dan pemasaran semua ditanggung oleh konsumen pada dasarnya. Prinsip iklan seperti ini secara otomatis akan memerlukan tenaga pekerja, sumber daya alam, sumber daya manusia yang besar dan teknologi yang canggih pula. Di samping itu, periklanan juga tidak dilepaskan dari konsekuesi yan ditimbulkannya. Yang pasti akan berdampak positif dan dampak yang negatif. Di atas telah disebutkan dampak positif dari sebuah periklanan terhadap produsen dan konsumen dari pelaku periklanan. Sebaliknya periklanan juga akan memberikan dampak negatif, diantaranyasebagai berikut:Pertama, seiring dengan diperlukannya bahan baku untuk membuat suatu produk yang semakin meningkat karena permintaan yang banyak. Untuk itu, suatu perusahaan akan memproduksi barang dengan jumlah yang banyak. Dengan demikian, akan terjadi eksploitasi bahan baku dari sumber daya alam baik yang terbaharukan atau yang tidak terbaharukan oleh proses periklanan ini. Sehingga akan menyebabkan krisis sumber daya alam karena kebutuhan semakin meningkat.Kedua, masyarakat akan menjadi konsumtif. Dengan meningkatnya intensitas periklanan di berbagai media massa. Akan berpengaruh terhadap tingkat keinginan masyarakat untuk membeli produk barang dan jasa tertentu. Secara langsung juga akan menyebabkan masyarakat menjadi konsumtif.Ketiga, degradasi moral. Iklan dengan nilai glamoritas di dalamnya tidak dapat dipisahkan dari wanita. Tidak jarang iklan seing menampilkan wanita sebagai ikon dari sebuah periklanan produk baik barang atau jasa. Apalagi iklan tersebut menampilkan materi yang “seronok”, dan mengandung nilai-nilai pornografi. Hal ini sangat memprihatinkan khususnya pembangunan moral.Dari pemamparan di atas, kita dapat membuat suatu pointer bahwa periklanan di samping asas manfaatnya dan negatifnya. Periklanan haruslah memperhatikan asas keberimbangan antara keduanya agar menjadi manfaat untuk semua.

KALATIDA, KALABENDU DAN KALASUBA

Oleh Haryanto
Beberapa waktu yang lalu, diberitakan di dalam salah satu media cetak nasional seorang budayawan yang sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita, yaitu WS Rendra. Baru saja mendapatkan gelar Dokter “ Honoris Causa dari Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tanggal 4 Maret 2008. Selain tokoh budayawan yang langka di Indonesia yang dapat mengubah budaya bangsa yang sudah sangat sarat dengan kapitalisme. Diharapkan lahir budayawan-budayawan yang baru di Indonesia. Ada pernyataan yang sangat menarik ketika tokoh budayawan senior ini, menyampaikan pidato saat penganugerahan tersebut. Dia mengutip pernyataan Ronggowarsito pada pertengahan abad ke-19. Ronggowarsito menggambarkan bahwa dalam zaman pancaroba sebagai zaman kalatida dan kalabendu. Zaman kalatida adalah zaman edan karena akal sehat diremehkan. Sedangkan zaman kalabendu adalah zaman dimana hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Ungkapan ini sangat menarik untuk dikaji. Sesuai dengan kondisi bangsa saat ini, dengan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa. Dimana zaman yang katanya mengagung- agungkan akal. Melihat kenyataan yang ada, bertolak belakang dengan kondisi yang ada. Masih banyak prilaku manusia yang bertentang dengan akal. Maunya menang sendiri, memperkaya diri sendiri atau kelompok, ketawa dibalik tangisan. Sehingga di sana-sini masih kita lihat rakyat kelaparan, kemiskinan merajalela, kualitas pendidikan yang masih rendah. Kenapa hal ini masih terjadi, yang tidak dapat kita fikirkan dengan akal sehingga kita meremehkan akal nurani kita. Semua ini tidak akan terjadi ketika akal manusia berfikir untuk semata-mata mementingkan kepentingan rakyat dan menjunjung tinggi hak- hak asasi manusia. Zaman pancaroba yang digambarkan dengan zaman kalabendu, sebagai suatu gambaran hancur dan rusaknya kehidupan karena tata nilai dan tata kebenaran dijungkirbalikan secara merata. Bercermin dengan kondisi bangsa saat ini, tata nilai dan tata kebenaran sekarang dapat dibeli dengan sebuah "materi". Materi seolah-olah menjadi raja yang sudah membudaya. Persoalan korupsi, kolusi, nepotisme, prostitusi, diskriminasi, dan hedonisasi masih kian marak menggandrungi bangsa ini. Sudah menjadi sebuah indikator yang menandakan bahwa memang bangsa ini perlu “ diselamatkan ” . Indikasi ini juga menandakan bahwa tata nilai dan tata kebenaran tidak lagi di junjung tinggi oleh generasinya, yang harusnya menjadi raja dari segala raja. Dua gambaran di atas memang membutuhkan sedikit kesimpulan yang tidak hakiki. Apakah bangsa ini telah kembali pada pertengahan abad ke-19 atau zaman pancaroba seperti yang igambarkan oleh Ronggowarsito di atas?.Dalam pidatonya WS Rendra juga menyebutkan dari pernyataan Ronggowarsito. Lebih jauh lagi, setelah zaman kalatida dan kalabendu. Akan lahir sebuah zaman yang tidak kalah dahsyatnya yaitu digambarkan sebagai zaman kalsuba. Zaman kalasuba adalah sebuah zaman stabilitas dan kemakmuran yang akan ditegakkan oleh Ratu Adil, yang banyak dinantikan. Menurut Rendra, Ratu Adil itu hanyalah omong kosong. Ini adalah mitos belaka yang tidak akan terjadi. Bisa jadi hanya sebuah pernyataan untuk meninabobokan bangsa agar tertidur dengan kondisi bangsa saat ini.Kita harus terbangun dan lari jauh-jauh dari mitos-mitos yang dilontarkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Biarlah mitos-mitos yang ada menjadi pelajaran agar kita tidak terperosok ke dalam lubang yang sama untuk kedua kalinya. Jadikan sebagai suatu motivasi untuk membangun bangsa ini menjadi lebih baik. Dari sedemikian banyak ungkapan, yang dapat kita ambil pelajaran adalah bagaimana sekarang ini kita merubah apa yang digambarkan oleh Ronggowarsito menjadi suatu hal yang tidak benar. Selain memulai dari kita sendiri secara, pribadi. Lebih luas lagi di keluarga dan masyarakat. Kita tidak dapat berusaha tanpa bantuan dari orang lain. Selain itu, kita juga harus mendesak pemerintah untuk berbenah diri dan merubah segala tatanan bangsa ini. Mulai dari tata pembangunan, tata hokum, dan tata kenegaraan agar tercipta daya hidup dan daya cipta bangsa ini menjadi lebih baik di kemudain hari. Ingat firman Allah SWT dalam qur’an surah Ar-Ra’du ayat 11 dan semboyan bangsa Indonesia ini. Demi perubahan banga Indonesia menjadi lebih baik. “ Allah tidak akan merubah nasib suatu bangsa, apabila bangsa tersebut tidak merubah nasibnya sendiri ” . Untuk itu, kita harus amalkan melalu “ Bhineka tunggal ika ” meskipun kita berbeda-beda tetapi kita harus bersatu" untuk menuju yang lebih baik . Begitulah lebih kurang maksudnya. Wallahualamubisshowab.

Jumat, 30 Januari 2009

KUNCI KESUKSESAN MANUSIA

Oleh : Haryanto
Allah menciptakan manusia dengan seperangkat potensi yang melekat pada dirinya. Kuncinya adalah bagaimana manusia memaksimalkan potensi yang dimiliknya untuk merah kesuksesan baik sukses di dunia maupun di akhirat. Setiap manusia diberikan peluang potensi yang sama untuk berkarya meraih kesuksesan. Namun, yang membedakan manusia untuk meraih kesuksesan adalah pada dirinya sendiri.
Mari kita simak satu persatu, kunci kesuksesan manusia. Sukses adalah dambaan setiap insan. Namun tidak semua manusia dapat sukses sesuai dengan impian yang dinginkannya. Manusia diberikan perangkat untuk mencapai kesuksesan itu dan tanpa terkecuali. Siapapun bisa sukses dan Allah tidak pernah membeda-bedakannya.
Dimanapun, kapanpun dan siapapun berhak untuk sukses. Siapa bilang hidup ini tidak adil. Allah melihat sejauh mana usaha manusia untuk mencapai kesuksesannya. Siapa bilang Indonesia tidak bisa seperti Amerika (dalam beberapa sisi kehidupan). Sedangkan Allah memberikan waktu yang sama. Tidak ada yang beda kita dengan Amerika. Allah menciptakan otak kita sama dengan otak orang Amerika. Waktu di Amerika juga sama dengan di Indonesia. 60 detik = 1 menit, 60 menit = 1 jam, 24 jam = 1 hari, 7 hari = 1 minggu, dan 30 hari = 1 bulan, tidak ada yang beda. Yang membedakanya hanyalah usaha pemanfaatan waktu tersebut. Siapa yang berbuat dia yang mendapat manfaat. Ditegaskan dalam ayat yang pasti sudah kita hafal, tergantun kita mau apa tidak untuk berubah kea rah yang lebih baik.
…“Innalaaha laayughayyiruu maa bi qaumin hattaa yughayyiruu maa bi anfusihim”…
Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’du (Guruh: (13): 11)
Allah telah memberikan jalan kepada manusia untuk sukses. Jalan mana yang akan ditempuh oleh manusia, hanya manusia tersebut yang akan menempuhnya. Allah telah menyebutkannya dalam Kitab suci yang diturunkannya melalui malaikat Jibrial kepada nabi Muhammad Saw, surah Asy-Syam ayat, 7 yang berbunyi :
“Faalhamaha fujuraha wataqwaha”
Artinya : “Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaan”. (Q.S. Asy-Syams (Matahari: (91): 08).
Dalam menjalani kehidupan Allah telah memberikan kepada manusia hanya ada dua jalan. Dengan potensi yang dimilikinyalah manusia akan memilih jalan fujur (kejahatan) atau jalan taqwa (kebaikan). Sepertti Allah menciptakan segala sesuatu yang berpasang-pasangan. Ada siang maka ada malam, ada matahari, ada bulan, ada langit maka ada bumi, begitu seterusnya. Tidak ada di dunia ini yang berada posisi tidak jelas. Manusialah yang dapat memilih jalan itu dengan potensi yang dimiliki oleh manusia.
Manusia seperti yang telah disebutkan di atas telah dibekali oleh Allah Swt dengan seperangkat potensi. Potensi terbesar yang Allah berikan kepada manusia adalah akal manusia itu sendiri. Dengan akal fikiran inilah manusia dapat menentukan jalannya. Bahkan potensi inilah yang juga akan membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Siapa mau sukses tinggal dia yang memilihnya. Balasan Allah jelas akan diberikan Allah insan yang paripurna (sempurna). Siapa yang larut dalam kesesatan maka dialah yangh akan menjadikan dia sendiri lebih rendah derajatnya dari makhluk Allah. Sesungguhnya manusialah yang memilihnya sendiri.
Allah Swt berfirman dalam wahyunya : “Laqad khalaqnal insane fiii ahsanitaqwiim, Tsumma radadnaahu asfalasaa filiin”.
Artinya : “Sungguh, kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia, ke tempat yang serendah-rendahnya. (Q.S. At-Tiin (Buah Tin (95) : 4-5).
Sederhana saja konsepnya sehingga seorang mau sukses tergantung usahanya. Tidak akan ada gelombang sebelum ada riak dari sesuatu benda. Konsep sederhana yang ditawarkan Ustadz Abdullah Gymnastiar sudah berada di luar kepala kita. Ingat 3 M, mulai dari yang kecil, Mulai dari diri sendiri, dan Mulai dari sekarang. Konsep sederhana ini mungkin terlalau mudah untuk diucapkan. Namun dengan istiqamah dan konsisten terhadap ketiga konsep ini. Tidak menutup kemungkinan, kitalah termasuk orang yang berasal dari zero, kemudian menjadi seorang yang hero.
Terakhir, “orang baik bukanlah orang yang tidak pernah salah, namun orang baik adalah orang yang dapat memperbaiki diri dari kesalahan yang pernah dilakukannya”. Semoga kita dapat memanfaatkan potensi yang kita telah miliki untuk menjadi salah satu pribadi yang sukses. Amin ya rabbal alamin. Wallahu a’lam bishshawab.

Diterbitkan dalam Buletin Dakwah Edisi 002, 30 Januari 2009

Minggu, 11 Januari 2009

KONDOM BUKAN SOLUSI ATASI AIDS

Oleh Haryanto
Tanggal 1 Desember yang lalu diperingati sebagai hari Aids sedunia. Di Indonesia penyakit ini sudah pada fase yang sangat kritis (baca: peringkat aids). Khusus di Kalbar menempati peringkat ke-7 di Indonesia . Penyakit yang belum bisa ditemukan obatnya sampai saat ini sangat membahayakan bagi generasi saat ini. Bertapa tidak, penyakit seperti gunung es ini kebanyakan dari korban adalah pada generasi muda. Sedangkan generasi muda adalah cikal bakal dari keberlanjutan pembangunan bangsa.
Banyak cara dilakukan oleh orang-orang untuk memperingati hari aids sedunia. Membagikan selebaran, bunga, pemutaran film, aksi, dan lain-lain. Bahkan ada yang membagi-bagikan kondom. Menurut hemat penulis, komdom bukanlah solusi untuk mengatasi aids. Bahkan boleh jadi sebaliknya sebagai upaya untuk melegalkan seks bebas di kalangan remaja. Sangat tragis sekali di Kota Pontianak pernah ada wacana untuk membangun ATM kondom.
Apabila wacana ini disetujui oleh dewan, maka tidak dapat dibayangkan berapa banyak kondom yang terjual bebas di kota-kota. Maka seks bebas juga akan merajalela. Dan berdasarkan pengamatan kebanyakan dari pembeli kondom yang ada di apotik-apotik adalah kalangan remaja.
Masalah aids yang ada di Kalbar khususnya dan Indonesia pada umunya sebenarnya sama. Solusi kongkit untuk menangani persoalan ini adalah harus ada upaya dari semua pihak untuk mengentaskannya. Karena setiap masalah pasti ada solusinya. Cara menyelesaikan masalah tentu dengan mencari tahu apa akar penyebab dari masalah yang ada.
Kembali kepada masalah aids, akar penyebab dari permasalahan aids sebenarnya kita ketahui bersama adalah karena hubungan seks bebas. Logika sederhananya sebenarnya juga cukup mudah tidak ada aids apabila tidak ada seks bebas. Jika demikian upaya pencegahan yang perlu dilakukan adalah memberantas seks bebas tersebut sebagai akar dari penyebab aids itu sendiri. Bukan mengkampanyekan seks bebas dengan pemakaian komdom. Jika demikian yang dilakukan sama seperti kita memperbanyak korban aids untuk selanjutnya.
Memberantas akar penyebab masalah seks bebas (free sex) sebenarnya harus ada upaya bersama untuk itu. Seks bebas terjadi pasti diawali oleh pergaulan bebas yang dilakukan. Bisa saja terjadi dikalangan remaja, orang tua atau bahkan anak-anak. Atau bisa saja hal ini terjadi karena faktor-faktor lain, seperti tontonan televisi, kecanggihan teknologi, lingkungan, pendidikan agama, atau lain-lain.
Salah satu solusinya adalah menanamkan nilai-nilai agama kepada semua orang. Secara normatif, setiap agama pasti melarang penganutnya untuk melakukan hal-hal negatif seperti seks bebas (hubungan pra nikah). Secara substansi, motivasi agama sebenarnya adalah keselamatan atau kemaslahatan bagi manusia secara pribadi dan masyarakat. Sehingga nantinya tidak akan timbul penyesalan di akhirnya. Hal ini menjadi faktor yang sangat penting dalam upaya pencegahan penyakit aids ini.
Di samping itu, faktor lain juga sangat penting, yaitu lingkungan keluarga yang menjadi inti dari pendidikan anak sejak dini. Bagaimana orang tua mendidik anaknya dengan pendidikan agama merupakan hal yang menjadi sangat penting. Peran serta dari masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang harmonis bagi perkembangan generasi muda menjadi faktor yang juga tidak kalah pentinya dalam menunjang perbaikan etika dan moral yang baik pula.
Kepolisian sebagai aparat yang menciptakan keamanan dan ketertiban juga memainkan andil yang sangat besar. Aids yang ditimbulkan tidak lepas dari tempat-tempat yang menyulut pada seks bebas.
Untuk itu peran semua komponen masyarakat sangat diperlukan dalam mengatasi masalah ini. Tidak ada kata lain mari kita bersama-sama menjaga keluarga, bangsa dan Negara kita agara terselamat dari penyakit mematikan ini.
Akhirnya pada aspek korban aids, orang bijak pernah berkata bahwa orang yang baik itu bukanlah orang yang tidak pernah salah. Tetapi orang baik itu adalah orang yang selalu memperbaiki diri dari kesalahan tersebut. Dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan serupa. Itu artinya orang dengan aids tidak perlu minder dengan apa yang ada, tapi berupayalah untuk terus berkarya.
…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. (Q.S. Ar-Ra’du (Guruh)(13): 11). Wallahu a’lam Bisshawab.

Jumat, 02 Januari 2009

MAKNA FILOSOFIS SHALAT BERJAMA'AH

Oleh Haryanto
Adzan terdengar dimana-mana mengajak umat muslim untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Selain merupakan tanda waktu bahwa shalat telah masuk waktunya agar tidak dilalaikan. Begitulah Allah telah mewajibkan;
“Maka dirikanlah shalat, sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya kepada orang-orang yang beriman (An-Nisa’ (Wanita)(4): 1
Shalat berjama’ah merupakan shalat yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dengan segala keutamaannya. Sebut saja 27 derajat lebih baik berdasarkan sabda Rasulullah yang artinya :
“Shalat berjama’ah itu lebih utama dari pada shalat sendirian, dengan terpaut dua puluh tujuh derajat”.
Secara simbolis dan tekstual, makna shalat berjama’ah memang lebih utama dari shalat sendirian. Dengan balasan pahala yang dijanjikan. Lebih jauh dari itu, muncul pertanyaan, Apakah kita shalat berjama’ah hanya mengharapkan pahala ?, atau Kenapa kita harus shalat berjama’ah ?. Jika jawabannya ya, lalu muncul lagi pertanyaan, apakah Tuhan hanya adanya di masjid ?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bukan untuk mengutak-atik kepercayaan kita. Akan tetapi, ini bermaksud untuk mencari keyakinan sejati tentang apa-apa yang kita lakukan. Agar kita tahu hakikat sejati dari apa yang kita perbuat. Bukan hanya karena ikut-ikutan atau niatan lainnya.
Sesungguhnya makna secara filosofis dalam benak saya adalah bahwa di dalam shalat berjama’ah ada proses ketahuidan dari proses kepercayaan manusia akan Allah SWT. Ini juga merupakan gerakan ilahiah dari dalam diri manusia yang bersifat abstrak (tidak nyata) yang hanya bisa dirasakan oleh manusia itu sendiri. Sehingga terkadang sentuhan ilahiah ini yang meumbuhkan ketenangan, kedamaian, dan ketentraman dalam jiwa manusia yang terkadang tidak semua orang bisa merasakannya. Tak jarang menimbulkan rasa haru sehingga tak sadar butir-butir air mata keluar dari mata dari sentuhan ilahiah tersebut.
Ada suatu realita yang terjadi di masyarakat, sebagai contoh bahwa sebuah pemaknaan dari orang yang pergi shalat berjama’ah ke masjid. Orang yang pergi ke masjid dengan makna filosofis yang ada dalam shalat berjama’ah. Sesungguhnya bukan semata-mata bahwa dia mampu pergi ke masjid dengan fasilitas dan kondisi yang ada. Seperti dia sehat, kuat, kaya, “tidak punya masalah”, rumahnya dekat dengan masjid, ada kendaraan atau yang lainnya.
Kenyataanya, banyak kita lihat orang yang bisa mampu dengan fasilitas dan kondisi yang baik. Dia juga tidak pergi ke masjid untuk shalat berjama’ah bahkan dia lebih shalat sendirian di rumah. Inilah bahwa sesungguhnya shalat berjama’ah bukan semata-mata bahwa kita “mampu” tetapi adanya unsur lain yang saya sebutkan adalah gerakan ilahiah.
Shalat sendirian di rumah tentu memiliki alas an sendiri untuk itu. Mampukah kita shalat secara khusyu’ di masjid dengan kondisi masjid yang kotor dan suasana bising atau rebut karena pengaruh-pengaruh yang lain. Mungkinkah kita lebih merasakan khusyu’ shalat sendirian di rumah dengan suasana yang hening dan tenang. Sehingga konteksnya kita lebih dekat dengan Allah dibanding dengan shalat berjama’ah. Bukankah itu alas an yang tidak salah.
Inilah alas an rasional yang terkadang muncul dalam benak kita. Perihal ini juga harus kita terjemahkan dalam bahasa dan makna rasional filosofis yang ada dalam realita itu. Secara konteks ini shalat berjama’ah mempunyai makna adalah puncak persatuan umat Islam. Dimana masjid kita ketahui pada masa dahulu merupakan center of activity (pusat aktivitas) bagi umat Islam.
Masjid dijadikan pusat kegiatan baik agama, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, budaya, dan yang lainnya. Sehingga berbagai persoalan dapat dibicarakan di masjid dan solusi dari persoalan tersebut. Berkumpulnya umat muslim di masjid dapat dijadikan upaya pembangunan dan advokasi dalam mengatasi persoalan umat. Berbagai ide dan gagasan dapat direlisasikan untuk kepentingan bersama bagi kesejahteraan umat manusia.
Di masjid juga dapat saling mengenal dan berkomunikasi antar satu dengan yang lain. Hal ini dapat meninbulkan pemahaman dari berbagai karakteristik dan pribadi dalam suatu masyarakat. Hal ini tentu akan menekan terjadinya konflik antar umat karena perbedaan yang ada. Wallahu a’lam Bishshawab.

Diterbitkan dalam Buletin Al-Misyki

Kamis, 01 Januari 2009

MAHASISWA DAN URGENSI PERUBAHAN MORAL

Oleh Haryanto

Mahasiswa sebagai agent of change and social of control, harus mengambil peran yang strategis dalam segala lini kehidupan. Peran itu akan mampu direalisasikan jika mahasiswa memiliki bekal yang cukup. Tanpa bekal yang cukup mahasiswa akan terhunus oleh pegeseran waktu dan zaman yang menuntut kita harus selalu siap. Tidak ada kata lain, tambah ilmu dengan membaca, tambah iman dengan bersujud dan mendekatkan diri pada sang maha pencipta. Kuatkan mental, bentengi diri moral dan akhlak yang mulia. Lawan kedzaliman tanpa rasa takut, karena yang benar pasti akan menang.
Tanpa kerja keras seseorang tidak akan dapat mencapai tujuannya dengan sempurna. Hal tersebut merupakan proses seleksi alam. Mahasiswa dengan tradisi intelektualnya “membaca, berdiskusi dan menulis harus selalu dilestarikan. Tanpa budaya itu mahasiswa akan kehilangan kapasitas intelektual yang harus dimiliki.
Kenyataan dilematik sekarang, khusus di kampus-kampus yang ada di Pontianak. Budaya intelektual sekarang seakan redup digilas oleh pengaruh yang namanya “globalisasi”. Pengaruh ini akan berpengaruh kepada pergeseran moral yang menjadi ujung tombak bagi pemasalahan pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi sangat urgen karena mahasiswa adalah kaum elit terpelajar yang berpendidikan. Akar dari permasalahan itu semua adalah moral dan akhlak.
Arief Joni Prasetyo dalam Pontianak Post (Sabtu, 3 Mei 2008) mengatakan bahwa ruh pendidikan adalah akhlak dan moralitas. Maka output pendidikan yang baik adalah sejauhmana peserta didik memiliki akhlak dan moralitas yang baik. Jadi, pendidikan tanpa akhlak akan kehilangan ruhnya.
Lalu apa itu moral, sehingga menjadi suatu hal yang sangat penting, Kata moral sebenarnya berasal dari bahasa latin yaitu mores. Mores berasal dari kata mos yang artinya kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral juga mengandung arti ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan. Dengan asal katanya dapat kita tarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yang memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Dengan ini, perbuatan dinilai sebagai perbuatan baik atau perbuatan buruk. (Burhanuddin Salam, 2000).
Moral ini sebenarnya adalah panduan yang ada dalam diri manusia untuk menilai sesuatu perbuatan apakah itu baik atau buruk yang berpunca dari hati nurani manusia.
Kembali kepada mahasiswa dan relitas permasalahnnya sekarang. Menurut hemat penulis, problematika yang dialami mahasiswa sekarang pada tingkatan yang sangat kompleks ada beberapa hal yang menjadi penyebab sehingga menimbulkan degradasi moral yang ada.

1. Budaya Hedonisme,
Hedonis adalah faham yang mengatakan tolak ukur kebaikan adalah kenikmatan atau kesenangan.
Faham ini sudah sedikit mengakar dalam jiwa mahasiswa sekarang. Sehingga tradisi intelektual yang ada seperti memberatkan mereka karena hal itu akan membuat mereka bosan dan jenuh. Mahasiswa lalu lebih senang menghiasi diri dengan kesenangan. Ke kantin, gosip sana-sini, lebih senang jalan-jalan ke mall dan lain-lain.
Budaya hedonis ini kemudian akan mengarah pada sikap pragmatis (asal mudah dan menguntungkan), materialis (kebendaan) dan lainnya. Ini sangat berbahaya bagi tatanan nilai bagi kemajuan dan pembangunan bangsa yang mengharuskan kepada generasi muda untuk selalu siap.
Che Guevara dalam Eko Prasetyo (2007: 117) mengatakan,”masyarakat yang dibangun atas dasar-dasar material biasanya gagal secara moral”.

2. Degradasi Kepekaan dan Kesadaran
Ini terlihat pada minimnya intensitas tradisi intelektual yang terjadi di kampus-kampus. Diskusi-diskusi yang diadakan oleh organisasi intra kampus, kadang dihadiri oleh minimnya peserta dari kalangan mahasiswa. Perpustakaan kadang menjadi tempat gosipan dan lainnya. Belum lagi mahasiswa dihadapkan dengan persoalan bangsa saat ini. Inilah kekhawatiran yang diungkapkan mengenai peran intelektual sudah mulai pudar di kalangan mahasiswa saat ini. Seperti yang digambarkan oleh Che Guevara berikut ini :
…fungsi dari intelektual-intelektual ini ialah untuk menanamkan homogenitas dan kesadaran akan fungsi ke dalam diri kelompok sosial yang menjadi induknya…fungsi yang bergerak melampaui medan ekonomi dan mencakup level sosial dan politik…tapi, para intelektual suka beranggapan diri mereka independen dan otonom. Mereka tak sadar akan adanya fakta bahwa mereka memiliki kaitan dengan sebuah kelompok sosial tertentu dimana mereka menjadi pembawa suaranya…..
Sudah lengkap rasanya mahasiswa dengan permasalahanya, kuncinya adalah perubahan moral. Hal ini sangat mendasar bagi keberlangsungan peran yang dimiliki oleh mahasiswa itu sendiri. Sebagai Negara yang beragama, agama dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya menjadi asupan yang sangat penting bagi para mahasiswa. Moral yang bersumber dari hati nurani sangat diperlukan dalam menentukan baik atau buruk suatu perbuatan.
Dengan itu, rasanya baik kita mencermati ungkapan Ali Syariati dalam upaya perbaikan bangsa ke depan. Selain pembenahan moral generasi bangsa ini. Tiga hal yang harus dibangun dalam diri manusia, meskipun manusia telah memiliki potensi dari tiga sifat yang ada tersebut. Dan ketiga hal tersebut saling terpaut antara satu sama lain. Ketiga sifat itu yaitu kesadaran diri, kemauan bebas dan kreativitas. Dengan ketiga sifat itu, apabila dikembangkan, maka tidak menutup kemungkinan di tangan mahasiswa lah bangsa ini akan berani bersaing dikancah dunia. Wallahu a’lam bisshowab.


Disampaikan pada diskusi oleh Komunitas Bengkel Intelektual (KBI) Pontianak.