Kamis, 01 Januari 2009

MAHASISWA DAN URGENSI PERUBAHAN MORAL

Oleh Haryanto

Mahasiswa sebagai agent of change and social of control, harus mengambil peran yang strategis dalam segala lini kehidupan. Peran itu akan mampu direalisasikan jika mahasiswa memiliki bekal yang cukup. Tanpa bekal yang cukup mahasiswa akan terhunus oleh pegeseran waktu dan zaman yang menuntut kita harus selalu siap. Tidak ada kata lain, tambah ilmu dengan membaca, tambah iman dengan bersujud dan mendekatkan diri pada sang maha pencipta. Kuatkan mental, bentengi diri moral dan akhlak yang mulia. Lawan kedzaliman tanpa rasa takut, karena yang benar pasti akan menang.
Tanpa kerja keras seseorang tidak akan dapat mencapai tujuannya dengan sempurna. Hal tersebut merupakan proses seleksi alam. Mahasiswa dengan tradisi intelektualnya “membaca, berdiskusi dan menulis harus selalu dilestarikan. Tanpa budaya itu mahasiswa akan kehilangan kapasitas intelektual yang harus dimiliki.
Kenyataan dilematik sekarang, khusus di kampus-kampus yang ada di Pontianak. Budaya intelektual sekarang seakan redup digilas oleh pengaruh yang namanya “globalisasi”. Pengaruh ini akan berpengaruh kepada pergeseran moral yang menjadi ujung tombak bagi pemasalahan pendidikan di Indonesia. Hal ini menjadi sangat urgen karena mahasiswa adalah kaum elit terpelajar yang berpendidikan. Akar dari permasalahan itu semua adalah moral dan akhlak.
Arief Joni Prasetyo dalam Pontianak Post (Sabtu, 3 Mei 2008) mengatakan bahwa ruh pendidikan adalah akhlak dan moralitas. Maka output pendidikan yang baik adalah sejauhmana peserta didik memiliki akhlak dan moralitas yang baik. Jadi, pendidikan tanpa akhlak akan kehilangan ruhnya.
Lalu apa itu moral, sehingga menjadi suatu hal yang sangat penting, Kata moral sebenarnya berasal dari bahasa latin yaitu mores. Mores berasal dari kata mos yang artinya kesusilaan, tabiat atau kelakuan. Moral juga mengandung arti ajaran tentang baik dan buruk perbuatan dan kelakuan. Dengan asal katanya dapat kita tarik kesimpulan bahwa moral mempunyai pengertian yang sama dengan kesusilaan, yang memuat ajaran tentang baik buruknya perbuatan. Dengan ini, perbuatan dinilai sebagai perbuatan baik atau perbuatan buruk. (Burhanuddin Salam, 2000).
Moral ini sebenarnya adalah panduan yang ada dalam diri manusia untuk menilai sesuatu perbuatan apakah itu baik atau buruk yang berpunca dari hati nurani manusia.
Kembali kepada mahasiswa dan relitas permasalahnnya sekarang. Menurut hemat penulis, problematika yang dialami mahasiswa sekarang pada tingkatan yang sangat kompleks ada beberapa hal yang menjadi penyebab sehingga menimbulkan degradasi moral yang ada.

1. Budaya Hedonisme,
Hedonis adalah faham yang mengatakan tolak ukur kebaikan adalah kenikmatan atau kesenangan.
Faham ini sudah sedikit mengakar dalam jiwa mahasiswa sekarang. Sehingga tradisi intelektual yang ada seperti memberatkan mereka karena hal itu akan membuat mereka bosan dan jenuh. Mahasiswa lalu lebih senang menghiasi diri dengan kesenangan. Ke kantin, gosip sana-sini, lebih senang jalan-jalan ke mall dan lain-lain.
Budaya hedonis ini kemudian akan mengarah pada sikap pragmatis (asal mudah dan menguntungkan), materialis (kebendaan) dan lainnya. Ini sangat berbahaya bagi tatanan nilai bagi kemajuan dan pembangunan bangsa yang mengharuskan kepada generasi muda untuk selalu siap.
Che Guevara dalam Eko Prasetyo (2007: 117) mengatakan,”masyarakat yang dibangun atas dasar-dasar material biasanya gagal secara moral”.

2. Degradasi Kepekaan dan Kesadaran
Ini terlihat pada minimnya intensitas tradisi intelektual yang terjadi di kampus-kampus. Diskusi-diskusi yang diadakan oleh organisasi intra kampus, kadang dihadiri oleh minimnya peserta dari kalangan mahasiswa. Perpustakaan kadang menjadi tempat gosipan dan lainnya. Belum lagi mahasiswa dihadapkan dengan persoalan bangsa saat ini. Inilah kekhawatiran yang diungkapkan mengenai peran intelektual sudah mulai pudar di kalangan mahasiswa saat ini. Seperti yang digambarkan oleh Che Guevara berikut ini :
…fungsi dari intelektual-intelektual ini ialah untuk menanamkan homogenitas dan kesadaran akan fungsi ke dalam diri kelompok sosial yang menjadi induknya…fungsi yang bergerak melampaui medan ekonomi dan mencakup level sosial dan politik…tapi, para intelektual suka beranggapan diri mereka independen dan otonom. Mereka tak sadar akan adanya fakta bahwa mereka memiliki kaitan dengan sebuah kelompok sosial tertentu dimana mereka menjadi pembawa suaranya…..
Sudah lengkap rasanya mahasiswa dengan permasalahanya, kuncinya adalah perubahan moral. Hal ini sangat mendasar bagi keberlangsungan peran yang dimiliki oleh mahasiswa itu sendiri. Sebagai Negara yang beragama, agama dengan nilai-nilai moral yang terkandung di dalamnya menjadi asupan yang sangat penting bagi para mahasiswa. Moral yang bersumber dari hati nurani sangat diperlukan dalam menentukan baik atau buruk suatu perbuatan.
Dengan itu, rasanya baik kita mencermati ungkapan Ali Syariati dalam upaya perbaikan bangsa ke depan. Selain pembenahan moral generasi bangsa ini. Tiga hal yang harus dibangun dalam diri manusia, meskipun manusia telah memiliki potensi dari tiga sifat yang ada tersebut. Dan ketiga hal tersebut saling terpaut antara satu sama lain. Ketiga sifat itu yaitu kesadaran diri, kemauan bebas dan kreativitas. Dengan ketiga sifat itu, apabila dikembangkan, maka tidak menutup kemungkinan di tangan mahasiswa lah bangsa ini akan berani bersaing dikancah dunia. Wallahu a’lam bisshowab.


Disampaikan pada diskusi oleh Komunitas Bengkel Intelektual (KBI) Pontianak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar