Kamis, 01 Januari 2009

TINGKATAN-TINGKATAN ORANG BERPUASA

Oleh Haryanto

Puasa merupakan sebuah kewajiban bagi setiap umat Islam yang beriman. Jika kita melihat kewajiban ini ada sebuah praktik sosial yang berbeda dalam menjalani kewajiban ini. Sehingga dapat kita lihat, ibadah puasa yang dilakukan belum mempunyai nilai sosial yang lebih dari ibadah puasa tersebut. Karena pemahaman terhadapat arti puasa belumlah begitu sempurna.
Kata puasa yang berasal dari bahasa Arab, yaitu kata shoma, yashumu, shouman, secara etimologi mengandung arti menahan. Namun secara terminologi, puasa mengandung arti yang lebih dalam, yaitu menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa dari sejak terbit fajar sampai terbenam matahari menurut syarat dan rukun tertentu.
Dalam artian secara terminologi di atas, puasa lazimnya tidak hanya sekedar menahan diri dari makan dan minum saja. Lebih dari itu, puasa mengandung arti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, lebih kurang 14 jam selama satu hari penuh menjelang berbuka pada waktu maghrib. Bukan hanya makan dan minum serta bersetubuh saja, tapi segala sesatu yang membatalkan puasa.
Oleh karena itu, Imam Al-Ghazali membagi tingkatan orang yang berpuasa menjadi 3 tingkatan, yaitu :
Tingkatan puasa yang pertama adalah tingkatan puasa orang awwam.
Pada tingkatan puasa orang awwam ini, puasa diartikan oleh seseorang hanyalah menahan diri dari makan dan minum serta tidak bersetubuh bagi suami istri pada siang hari saja. Namun segala sikap, perkataan dan gerak geri yang dilakukannya selama berpuasa masih belum dipuasakannya. Tidak heran, di puasa masih sering terjadi perbuatan-perbuatan yang kurang terpuji, seperti mengunjing orang lain, berkata bohong, korupsi, dan yang lain.
Tingkatan yang kedua disebut puasa orang khusus.
Pada tingkatan puasa yang kedua ini, lebih tinggi dari tingkatan pertama. Karena orang yang berpuasa pada tingkatan kedua ini tidak hanya mempuasakan diri pada tataran menahan makan dan minum serta bersetubuh bagi pasangan suami istri sahaja. Akan tetapi, jauh dari itu mereka juga mempuasakan panca indera mereka. Baik itu mata, telinga, tangan, kaki, hidung dan indera yang lain. Dia berusaha untuk tidah berkata bohong, melihat kemaksiatan, tidak meng-ghibah (gosip) dan yang lainnya, yang dapat mengurangi nilai dari ibadah puasa mereka.
Pada tingkatan yang terakhir atau ketiga di sebut puasa orang khusus bil khusus.
Puasa pada tingkatan ini merupakan tingkatan puasa tertinggi yaitu orang yang berpuasa senantiasa untuk mempuasakan hatinya. Tidak terbersit sekalipun di dalam hati orang yang berpuasa pada tingkatan yang ketiga ini untuk melakukan sesuatu yang membatalkan puasanya, baik makan, minum, bersetubuh, panca indera dan niat-niat yang tercela. Dia senantiasa menjaga niatnya agar selalu mengingat Allah SWT.
Dari ketiga tingkatan (class) di atas, kita semestinya bisa mengoreksi dan mengevaluasi ibadah puasa yang kita lakukan. Apakah pada tingkatan pertama, kedua atau ketiga ?. Apabila puasa kita pada tingkatan pertama kita harus lebih berusaha untuk meningkatkan kualitas ibadah puasa yang kita lakukan. Sehingga menjadi lebih baik pada tingkatan kedua, dan tingkatan yang tertinggi. Sehingga kita merasakan manisnya Iman dan Islam dari ibadah yang dialkuka.
Jangan sampai ibadah puasa yang kita lakukan hanya mendapatkan lapar dan dahaga sahaja. Karena Allah SWT senantiasa melihat kesungguhan orang-orang mau memperbaiki dirinya. Dan Allah SWT akan membalas segala proses yang kita lakukan : “Maka barang siapa mengerjakan kebaikan seberat zarrah, niscaya Dia akan (membalas)nya. Dan barang siapa mengerjakan kejahatan seberat zarrah, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya”. (Q.S. 99: 7-8).
Pada akhirnya, semoga puasa kita mendapatkan derajat yang kemuliaan dari Allah SWT yaitu orang-orang yang bertaqwa. Wallahua’lam bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar