Kamis, 01 Januari 2009

MEMAKNAI HARI PAHLAWAN DENGAN BERSIKAP PAHLAWAH (Refleksi Hari Pahlawan 10 November)

Oleh : Haryanto

10 November 1945 atau sekitar 63 tahun yang lalu merupakan titik kulminasi bagi pahlawan Indonesia . Karena hari itu diperingati sebagai hari pahlawan Nasional.
Kata pahlawan sangat identik dengan sebuah makna seseorang yang telah berjasa mengatasi penjajah bangsa ini. Pada zaman dahulu untuk menjadi seorang pahlawan haruslah berkorban baik itu materi, fikiran bahkan nyawa sekalipun untuk menumpaskan penjajah. Lantas apakah zaman sekarang tidak ada yang dapat di sebut pahlawan ?.
Pada zaman dahulu memang pahlawan merupakan seorang yang berkorban untuk melawan “penjajah”. Pada masa sekarang apakah kita sudah merdeka dari penjajah bangsa ini ?. Penjajah dalam artian sempit memang kita telah terbebas. Namun secara lebih luas bukankah kebodohan, kemiskinan, korupsi, merupakan penajajahan yang masih ada hingga saat ini.
Kita masih dijajah oleh bangsa kita sendiri. Untuk melawan penjajahan itu tentu harus ada orang yang menjadi pahlawan pada saat ini. Jika demikian, sangat diperlukan pahlawan-pahlawan baru, yang rela berkorban untuk menegakkan kebenaran dalam menunpas “penjajah” bangsa ini.
Menurut presiden, SBY, dalam majalah mingguan Time edisi 10 Oktober 2005 bertajuk The Making of A Hero, mengatakan bahwa pahlawan adalah orang (biasa) yang tidak egois dan berbuat sesuatu yang luar biasa”.
Artinya, siapa saja bisa menjadi pahlawan bagi bangsa ini dengan segala persoalan yang ada.
Katanya, seorang suami yang sehari-harinya bekerja keras, banting tulang, peras keringat demi tercukupinya kebutuhan hidup keluarganya, ia menjadi pahlawan bagi istri beserta anaknya. Begitupun sebaliknya, sang istri yang dengan penuh kesabaran dan cinta kasih sayang mengasuh anaknya agar kelak menjadi anak saleh/salehah, juga pahlawan buat suami dan anak, bahkan masyarakat luas.
Seorang dokter yang bekerja sungguh-sungguh demi kesembuhan sang pasien adalah pahlawan bagi si pasien. Guru yang bekerja untuk mencerdaskan anak didiknya juga pahlawan, bukan saja bagi murid-muridnya melainkan pula bagi negara/bangsa.
Di tengah kehidupan masyarakat, guru dikenal sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Begitu halnya petani, mereka juga menjadi pahlawan tanpa tanda jasa lantaran profesinya menjamin tersedianya pangan yang dibutuhkan segenap warga masyarakat.
Kita harus mampu menjadi pahlawan bagi bangsa ini. Sekecil apapun tindakan atau pengorbanan yang kita lakukan dengan penuh tanggungjawab dan rasa keikhlasan ini sangat membantu bagi mengatasi penajajahan dalam bangsa Indonesia .
Bersikap pahlawan tidaklah harus berperang melawan musuh-musuh bangsa dengan bom, parang, keris atau bambu runcing seperti pahlawan pada masa dahulu.
Kita semua layak disebut pahlawan, asalkan kita memanfaatkan potensi kemanusiaan yang kita miliki. Bukankah Tuhan telah memberikan potensi kemanusiaan yang lengkap kepada setiap manusia.
Menjadi akademis dengan memanfaatkan potensi akal fikiran yang diberikan oleh Tuhan. Dengan menyumbangkan ide bagi persoalan krisis multidimensional yang dihadapi bangsa ini adalah pahlawan bagi bangsa ini.
Membuang sampah pada tempatnya, menuntaskan kemiskinan dan korupsi adalah satu tindakan rela berkorban demi kepentingan bangsa dan Negara. Inilah nilai-nilai kepahlawanan yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat Indonesia . Siapa lagi yang akan menjadikan kita seorang pahlawan kalau tidak kita sendiri yang menjadikan kita sendiri sebagai pahlawan.
Momentum hari pahlawan marilah kita berikan yang terbaik bagi bangsa ini di segala lini kehidupan. Sudah saatnya bangsa ini bangkit dari keterpurukan yang ada. Indonesia Bisa !!!. Wallahua’ lam Bisshowab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar