Kamis, 01 Januari 2009

DIMENSI MORAL IBADAH PUASA

Oleh : Haryanto
Tergeming dalam hati menulis, setelah membaca sebuah buku dari karangan Said Hawwa, berjudul Mensucikan Jiwa. Ada satu dimensi utama yang menjadi penting dalam ibadah puasa setelah ibadah wajid shalat dan zakat. Dimensi yang melekat pada jiwa manusia, yaitu manusia telah dibekali syahwat oleh Allah SWT.
Disebutkan dalam buku tersebut, bahwa syahwat terbesar yang dimiliki oleh manusia sehingga seringkali perbuatan yang dilakukannya menyimpang dari syariat adalah berasal dari perut dan kemaluan.
Dua syahwat terbesar tersebut berbanding sejajar dengan realita kehidupan saat ini. Banyak kejadian yang menyimpang berasal dari dua syahwat ini. Syahwat terbesar pertama yang datang dari perut. Kita pasti dapat melihat, berapa banyak orang yang rela (mohon ma’af) mencuri, “melacur”, bohong, korupsi, kolusi, nepotisme dan lain-lain. Alasan semua itu dilakukan karena yang terbesar adalah karena alasan perut. Disamping ada sebab-sebab lain yang mungkin melatarbelakangi hal itu terjadi.
Syahwat terbesar kedua yang disebutkan setelah perut adalah yang berasal dari kemaluan. Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas, dapat kita lihat tingkat kejahatan yang ditimbulkan juga besar. Banyak kejahatan yang ditimbulkan oleh syahwat ini. Kita sering melihat berita-berita di media massa , terjadinya pemerkosaan, perselingkuhan, aborsi, hamil di luar nikah. Kejahatan itu tentunya disebabkan ketidakmampuan manusia menahan syahwat yang berasal dari kemaluannya.
Kejahatan-kejahatan yang berasal dari dua syahwat terbesar di atas, menandai bahwa perlu adanya pembenahan terhadap nilai moralitas. Tentu hal yang dapat dilakukan yaitu dengan mengambil hikmah terbesar dari ibadah puasa dalam perbaikan moralitas dari syahwat yang berasal dari keduanya. Ibadah puasa tentunya sangat besar pengaruhnya dalam mengerem laju kejahatan-kejahatan yang disebabkan oleh hal tersebut.di atas.
Dalam Islam tidak ada upaya untuk membunuh kedua syahwat di atas, akan tetapi Islam mengajarkan kepada kita untuk selalu mengendalikan kedua syahwat tersebut. Salah satu cara untuk mengendalikan kedua syahwat tersebut yaitu dengan ibadah puasa.Sering kita mendengar pepatah, mencegah itu lebih baik dari mengobati. Pembinaan moral yang diajarkan oleh Islam, salah satunya tentu melalui ibadah puasa in. karena puasa sangat besar pengaruhnya untuk perbaikan moral bangsa.
Dalam pengertiannya, ibadah puasa yang diwajibkan bagi setiap umat Islam yang beriman, mengharuskan manusia dapat menahan makan dan minum pada siang hari. Ini bernilai dimensi (perut) agar manusai tidak berbuat serakah dan tamak, baik pada proses pencarian dan memakan harta yang dimiliki. Untuk itu juga, manusia dituntut untuk tidak makan dan tidak minum pada siang hari. Ini mampu mengatrol turunnya kejahatan dalam diri manusai yang disebabkan oleh syahwat yang berasal dari perut.
Apalagi kemalun, puasa sangat penting dan sangat besar perannya. Jangankan orang yang terang-terang sudah dilarang berhubungan (zina) (yang bukan suami istri). Suami istri saja yang notabene dihalalkan untuk berhubungan badan. Ketika berpuasa pada siang hari diharamkan melakukan hubungan badan. Ini mengajarkan kepada manusia agar menjaga kemaluan dari sifat-sifat yang tidak baik yang menjurus kepada kenistaan.
Dengan itu, puasa dapat memberikan pengaruh yang sangat besar dalam upaya mencegah bahkan mengurangi tingkat kejahatan. Hal ini sekaligus berpengaruh akan perbaikan moral dari bangsa ini.
Sudah semestinya kita bersama-sama menjaga kesucian bulan ramadhan ini dengan melaksanakan amalan-amalan ibadah baik wajib maupun sunnah. Kita sangat menyayangkan. Indonesia dengan penduduk mayoritas Islam, tingkat kejahatan yang diakibatkan dari dua syahwat terbesar dalam diri manusia yang telah disebutkan di atas masih tinggi.
Umat Islam harus intospeksi diri dalam perbaikan ke dalam. Bukankah puasa yang kita lakukan ini adalah untuk mencegah dari kejahatan yang timbulkan dari kedua syahwat tersebut. Apabila kenyataannya seperti itu. Akan timbul pertanyaan dari masing-masing kita. Ada apa dengan puasa yang telah kita lakukan ?. Tentu yang dapat menjawab itu semua adalah hati nurani kita masing-masing. Wallahua’lam bisshowab.

1 komentar:

  1. asslm, thanks banget bro artikelnya, mudah2an bermanfaat bagi ana. ana copy ya artikelnya.

    BalasHapus